Kamis, 28 Mei 2009

Bagaimana Memberantas Pembajakan Di Indonesia ?

Hari ini saya baca Okezone.com dan lagi-lagi tentang pembajakan di negara kita, Indonesia. "Berantas Software Bajakan, Sertifikasi Pun Dinilai Tidak Ampuh, Kamis, 28 Mei 2009 - 14:42 wib". Selumnya "AS Ingatkan Indonesia Tentang Pembajakan , Kamis, 28 Mei 2009 - 11:58 wib", sebelumnya dari detikinet.com "Razia Tak Lantas Hilangkan Pembajakan Software,
Ardhi Suryadhi - detikinet, Rabu, 13/05/2009 10:28 WIB".

Saya rasa masyarakat kita bukannya tidak memiliki kesadaran akan pentingnya hak cipta. Dan saya rasa, hampir semua masyarakat (yang mengetahui UU no.19 tahun 2002 tentang Haki) menyadari pentingnya Haki itu. Dari pengalaman saya sendiri saya simpulkan beberapa hal tentang UU Haki ini.
  1. masyarakat ingin mematuhi segala peraturan yang dibuat penguasa (pemerintah). sebagai warga negara yang baik, dan memenuhi kewajiban sebagai warga negara. ini hampir semua menyatakan hal ini (yang saya tau).
  2. masyarakat belum melihat adanya tauladan yang baik dari yang membuat kebijakan, sehingga banyak diantara mereka yang malah antipati pada segala aturan yang ada,ini saya simpulkan dari dalam wacana mereka setelah saya paparkan sedikit tentang UU no.19 th 2002 ini , "ah, ngapain juga.. wong pemerintah juga pake yang palsu".. yang extrem seperti ini saya belum tau dasarnya mereka bicara seperti itu, tapi itu kenyataan bahwa untuk mentaati peraturan, mereka harus mendapat bukti bahwa yang membuat kebijakan/aturan juga harus memperlihatkan tauladan mereka kepada masyarakat.
  3. ketaan warga tentang UU HAKI (khususnya menyangkut pembajakan software) sulit diwujudkan. Bukan karena warga tidak taat, tapi karena masalah lain yakni ekonomi. Kita mengetahui bahwa untuk membeli sebuah software diperlukan dana yang tidak sedikit. Pelajar yang ingin mempelajari desain misalnya, untuk membeli 1 paket Adobe Photoshop CS saja memerlukan kira-kira Rp.6jt . belum software OS, Office, dan biaya perangkat keras. Dengan harga tidak terjangkau sangat tidak memungkinkan bagi masyarakat umum untuk mentaati UU Haki dengan membeli software tersebut. Menurut saya, bila harga software terjangkau malah akan ada trend baru untuk menggunakan software asli, dan menolak software bajakan.
bagaimana mentaati ?

sebagai warga yang baik, sedikit tidaknya kita berusaha untuk mentaati peraturan yang ada. Dari permasalahan yang ada seharusnya ada respond dari sang pembuat kebijakan. At least:
  1. seharusnya pemerintah jangan hanya bisa menghukum, tapi menghargai masyarakat yang berusaha dan bisa mentaati peraturan khususnya UU Haki (apakah dengan rewards atau hal lain)
  2. pemerintah sendiri harus menunjukkan bukti bahwa mereka juga taat akan peraturan yang dibuat. lebih baik mengajak daripada menyuruh, bukan ?
  3. harga software tinggi. pake aja software gratisan yang open source. toh juga kemampuannya bisa menyamai aslinya (contohnya OpenOffice.org bisa menggantikan fungsi Micr0$0ft 0ff1c3, walaupun tidak 100%). Jika bisa seharusnya juga menerapkan kebijakan dibidang pendidikan yang mengharuskan para siswa menguasai software yang open source, bukannya setengah hati seperti sekarang "kalau pake open source bole, kalau beli juga bole, tapi pemerintah menganjurkan open source". kalau paradigma ini dilanjutkan, tentu saja ada keraguan dan niscaya tidak akan berhasil.
Kesimpulannya
Jika mengeluarkan kebijakan, tentu harusnya lihat dulu kondisi masyarakat kita, adat, etika dan kepribadian masyarakat Indonesia. Dan perlu dipertimbangkan juga keluhan dari saudara saya yang berbeda pulau itu. Jangan sampai kebijakan pemerintah dibuat dengan campur tangan asing yang mempunyai kepentingan yang "asing" pula. Masyarakat akan mau diajak, tapi tidak akan mau diperintah begitu saja. Begitulah kepribadian masyarakat timur pada umumnya.

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda